Selalu Berkaos Saat Sidang, Hakim Tegur Terdakwa Bos Corpus Kristhiono Gunarso
Foto: Layar monitor bawah terdakwa Kristhiono Gunarso
Surabaya, Jejaringpos com – Sidang baru saja dimulai Hakim ketua Saefuddin menegur terdakwa Kristhiono Gunarso, terduga pelaku penipuan ratusan nasabah dengan total kerugian yang mencapai Rp 1,4 Triliun.
“Saudara terdakwa supaya kedepannya jangan pakai kaos lagi ya,” tegas hakim Saefuddin yang menegur Kristhiono didalam tahanan, Saat sidang Pada Kamis (11/5) diruang Candra Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Dalam agenda kali inj, Jaksa Penuntut Umum Darwis, Furkon Adi, dan Harwiadi menghadirkan 2 orang saksi yakni Bernaditha Alamsyah, ahli waris dari Alm. Drs Bambang Alamsyah memberikan kesaksiannya dari kantor Kejagung RI di Jakarta, dan Juni Salim mantan agen Corpus dihadirkan dipersidangan.
Saksi pun diperiksa terkait kasus gagal bayar Promissory Note (PN) dan Medium Term Note (MTN) oleh terdakwa Kristhiono Gunarso, Direktur Utama PT Corpus Prima Mandiri (CPM) dan PT Corpus Asa Mandiri (CAM).
Didalam persidangan, saksi Bernaditha menyebut bahwa almarhum Ayahnya masuk dan menginvesatasikan uangnya sebesar Rp 13,5 miliar ke Corpus melalui agen pemasarannya yang bernama Johan Ananta Suryabakti dari PT Trimitra Jaya Raya.
“Pak Johan menjanjikan investasi itu bunganya besar, juga medapatkan cash back. Bunga yang dijanjikan sama Pak Johan sekitar 10 sampai 12 persen,” kata saksi Bernaditha secara teleconfrence dari ruang Jampidum saat didampingi jaksa Sangaji.
Saksi Bernaditha juga angkat bicara, bahwa setelah Ayahnya meninggal dunia, Johan Ananta Suryabakti pernah mendatangi dirinya dan menjanjikan penggantian uang, asalkan dirinya mengembalikan warkat Promissory Note (PN) dan warkat Medium Term Note (MTN)nya serta menyerahkan bukti transfer uangnya.
“Pak Johan pernah minta sertifikat investasi alamarhum ayah saya di Corpus dikembalikan. Janjinya dia, di tahun 2022 uang nasabah-nasabah akan dikembalikan. Saya masih menyimpan bukti transfer uang 13,5 miliar itu, juga ada 5 warkat sertifikat investasi,” sambung ahli waris.
Ditanya oleh salah satu tim kuasa hukum dari terdakwa Kristhiono Gunarso, apakah saksi Bernaditha tahu kalau pada September 2020 PT Corpus dalam keadaan PKPU? Saksi Bernaditha menjawab tidak tahu.
“Karena Pak Johan bilang, untuk investasi saya ini berbeda dari yang PKPU. Kata Pak Johan nasabah seperti alamarhum Ayah saya masih berpeluang besar untuk mendapatkan pengembalian,” ujar saksi.
Sementara saksi Joni Salim yang mantan Supervisor dari PT Trimitra Jaya Raya menyatakan bahwa dia mengenal korban gagal bayar PT Corpus, Lina Yahya sewaktu masih bekerja di Citibank. Menurutnya, Lina Yahya adalah nasabah prioritas.
“Lina Yahya masuk ke Corpus lewat agen pemasaran bernama Sansan. Sansan yang memprospek Lina Yahya,” kata saksi Joni Salim.
Awalnya papar saksi Joni Salim, Lina Yahya hanya menginvestasikan uangnya di Corpus hanya sebesar Rp 1 miliar saja di tahun 2018. Namun lama kelamaan, Lina Yahya menginvestasikan uangnya menjadi Rp 11 miliar, dengan bunga sekitar 10 sampai 12 persen.
“Saat Lina Yahya menginvestasikan uangnya kita sampaikan bahwa investasi dalam bentuk Surat Utang pasti ada resiko dan benar pada Maret 2020 mulai macet. Berdasarkan Informasi dari Pak Kristhiono ada rush sehingga cash flow tidak mencukupi untuk pencairan. Solusinya, memperpanjang tenornya klien dan Pak Kristhiono mencari Investor untuk menambah permodalan. Kondisi pasar modal waktu Itu juga terguncang paska kasus Indosurya,”terangnya.
Mengakhiri persidangan, JPU sempat berdebat dengan saksi Joni Salim, perihal perijinan dari OJK dan dari Bank Indonesia (BI) yang tidak dipunyai Corpus dalam menerbitkan produknya.
Jhon